Dalam acara tersebut Sri Hartoyo menyampaikan tentang gambaran umum menuju implementasi NUA dalam pembangunan infrastruktur permukiman di depan mahasiswa dan mahasiswi pasca sarjana UGM.
“Isu dan tantangan pembangunan perkotaan saat ini dikarenakan tingginya kesenjangan antara desa-kota, antar kota dan wilayah, rendahnya standar pelayanan perkotaan dan tingginya permasalahan kemiskinan, terbatasnya produktivitas sumber daya manusia dan sumber pendanaan untuk pembiayaan perkotaan, kurang terintegrasinya perencanaan dan peraturan sektoral dalam pengembangan perkotaan, terbatasnya ketersediaan lahan dan rendahnya pengendalian pembangunan wilayah perkotaan, serta rendahnya daya saing dan produktivitas ekonomi lokal perkotaan,” tutur Sri Hartoyo.
NUA merupakan penegasan komitmen global dalam pembangunan perkotaan berkelanjutan, implementasi NUA mendukung tujuan dan sasaran, serta pelaksanaan dan penerapan Sustainable Development Goals (SDGs). NUA mengakui adanya keragaman budaya dan dampak negatif perubahan iklim dalam pembangunan perkotaan berkelanjutan. Persiapan menuju implementasi NUA yaitu dengan membuat kerangka kerja, tata kelola dan kemitraan, serta solusi inovatif. Subtansi NUA dalam kebijakan bidang Cipta Karya (RPIJMN 2015-2019) mencapai akses universal air minum aman 100%, mengurangi kawasan kumuh 0%, meningkatkan akses sanitasi layak mencapai 100%, dan meningkatkan keselamatan bangunan gedung.
“Penerapan NUA dalam infrastruktur permukiman seperti pada pelestarian Kota Pusaka dimana kondisi saat ini kurang optimalnya pendayagunaan Kota Pusaka sebagai identitas kota dan pengembangan ekonomi lokal. Target dari Ditjen Cipta Karya adalah 45 revitalisasi kawasan pusaka dan 8 revitalisasi gedung pusaka,” ungkap Sri Hartoyo pada saat mengakhiri kuliah umumnya.